Orang Asing dalam Plot Kudeta Papua: Pedagang Senjata atau Turis?

Jakob Skrzypski tinggalkan pekerjaan yang konstan di Swiss untuk lakukan perjalanan ke Indonesia tahun kemarin. Ia berkunjung ke Jawa, Sumatra serta pulau Bali sebelum ke arah ke propinsi bergolak di Papua Barat serta Papua.

Akan tetapi tiga bulan lantas, pihak berkuasa Indonesia meredam masyarakat negara Polandia berumur 39 tahun itu di ibu kota Papua, Jayapura. Pada 15 Januari tahun ini, dia didakwa lakukan pengkhianatan.

Ia ialah orang asing pertama di Indonesia yang didakwa lakukan pelanggaran, yang dapat membuat habiskan 20 tahun penjara, bila dapat dibuktikan bersalah.

Baca juga : Akreditasi Prodi UIN SGD

Skrzypski didakwa berencana kudeta dengan grup bersenjata Papua yang pro-kemerdekaan serta tawarkan pertolongan supply senjata untuk menggulingkan pemerintah Indonesia.

Skrzypski, yang berjanggut lebat serta rambutnya diikat ke belakang, sudah ditahan di sel penjara kecil yang kurang jelas saat dia menanti persidangan di Wamena, satu kota terpencil di dataran tinggi Papua.

Jurnalis Febriana Firdaus dalam laporannya di South China Morning Post (SCMP) menguraikan tulisan pria Polandia itu saat mendekan di penjara. Ada pula photo yang diperlihatkan mengambarkan sel penjara dengan garis-garis kotor pada dinding serta sketsa tangan Yesus Kristus yang bergantung di kayu salib.

“Tidak ada air panas yang ada dengan bebas. Air cucian kotor," catat Skrzpski dalam suratnya pada SCMP, yang memberikan jika dia share sel dengan sampai empat tahanan yang lain, serta dia mendapatkan jatah makan nasi dengan sayuran 1x satu hari.

Kasusnya di pengadilan adalah putaran tidak tersangka dalam usaha grup Papua pro-kemerdekaan menantang pemerintah Indonesia.

Pemberontakan tingkat rendah sudah membara di Papua, propinsi Indonesia bersebelahan dengan Papua Nugini, semenjak sisa koloni Belanda itu ada dibawah kekuasaan Indonesia pada 1960-an.

Papua mengumumkan dianya menjadi lokasi merdeka pada tahun 1961, tapi Indonesia ambil kendali pada tahun 1963. Papua dengan sah jadi sisi dari Indonesia pada tahun 1969 lewat referendum yang di dukung PBB. Propinsi itu terpecah jadi dua pada tahun 2003 jadi Papua serta Papua Barat.

Pergerakan pro-kemerdekaan di lokasi itu mempunyai dikit suport internasional, terkecuali untuk sebagian kecil negara Pasifik.

Dalam korespondensinya dengan SCMP, Skrzypski memvisualisasikan bagaimana Papua sudah "pelihara" perasaan ingin tahunya saat sekian waktu, serta ia ditantang untuk mengunjunginya.

Ia berkunjung ke pusat kota Papua di Sorong, Jayapura, Timika, serta Wamena. Ia memperoleh rekan di tiap-tiap tempat itu lewat sosial media.

“Papua ... hampir tidak diketahui, jarang dijelaskan di Eropa. Sebab begitu berlainan dari sisi lainnya di Indonesia, itu sudah pelihara perasaan ingin tahu saya saat sekian waktu," catat pria Polandia ini.

Skrzypski lulus dari Kampus Warsawa di Polandia, kerja di Inggris, lalu belajar di Kampus Lausanne, Swiss, sebelum memperoleh pekerjaan disana.

Ia sudah lakukan perjalanan ke Indonesia seringkali, dan ke Armenia, Myanmar serta Irak.

Pada Agustus 2018, saat dia ada di Wamena, kota paling besar di dataran tinggi propinsi Papua, polisi ditempat memintanya untuk melapor pada mereka.

Skrzypski menjelaskan ia mengerjakannya, ditemani oleh seseorang pria yang jadi pemandu wisata.

Ia menjelaskan polisi menawarinya ticket untuk tinggalkan Indonesia, tapi ia menampik. Mereka lalu minta pemandu untuk tinggal di kantor polisi, sesaat mereka mengijinkan Skrzypski untuk kembali pada hotel.

Esok harinya, polisi menjemput Skrzypski di hotel serta membawanya ke Jayapura, satu jam dari Wamena dengan penerbangan, dimana dia diamankan. Sedang si pemandu wisata dibebaskan.

Menurut Skrzypski, polisi menuduhnya masuk dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, satu grup militan serta satu diantara empat organisasi separatis yang aktif.

Polisi mencuplik pertemanan online-nya dengan Simon Magal, seseorang siswa yang mempunyai jalinan dengan aktivis hak asasi manusia Papua Barat; Ibu Yosepha Alomang, menjadi bukti.

Ibu Yosepha terima pernyataan internasional sesudah ia melobi perusahaan pertambangan Amerika Freeport McMoRan, yang didakwa mengakibatkan rusaknya lingkungan yang kronis dalam operasi tambang tambang raksasa Grasberg saat beberapa dekade.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat pun lakukan serangan pada Freeport, dengan menjelaskan jika integrasi propinsi dengan Indonesia ialah konspirasi pada pemerintah serta raksasa pertambangan.

Skrzypski menjelaskan jika dia membahas Freeport dengan Simon.

Tapi komisaris polisi Jayapura Ahmad M. Kamal menjelaskan mereka mempunyai bukti dari percakapan Facebook Messenger serta kesaksian video dari tiga milisi pro-kemerdekaan jika Skrzypski sudah mengatakan supportnya pada grup militan kemerdekaan Papua.

Magal lalu diamankan dan didakwa dengan dakwaan pengkhianatan.

Satu pengakuan yang dikeluarkan oleh pengacara Skrzypski; Latifa Anum Siregar, serta kelompok-kelompok hak asasi manusia menjelaskan polisi menuduh masyarakat negara Polandia menjadi seseorang pedagang senjata. Fotonya yang menggenggam senjata dipandang seperti bukti.

Baca juga : Akreditasi Prodi BINUS

Tapi, menurut salah satunya rekan Skrzypski, foto-foto itu diambil di ajang berolahraga tembak di Vaud, Swiss, tempat dia tinggal.

Polisi pun mengaku sudah mengambil alih lebih dari 130 butir amunisi dari Skrzypski serta tiga masyarakat negara Indonesia.

Veronica Koman, seseorang pengacara untuk Komite Nasional Papua Barat (KNPB), yang berkampanye untuk referendum nasional, menjelaskan polisi jadi paranoid saat orang asing lakukan kontak dengan orang Papua.

Akses ke lokasi untuk alat internasional hanya terbatas.

“Berdasarkan korespondensi saya dengan keluarga (Skrzypski) serta sahabat, ia hanya turis pecandu wisata pemacu adrenalin,” tuturnya.

Tapol, satu LSM yang memonitor beberapa masalah hak asasi manusia di Indonesia, memvisualisasikan Skrzypski menjadi pengembara yang berlebihan, yang semangat dengan keinginan pada budaya, bahasa, serta permasalahan kemanusiaan yang lain.

Dalam suratnya, Skrzypski mengaku akses ke pengacaranya terhalang serta pihak berkuasa membuat persidangan di Wamena, bukan di Jayapura dimana kasusnya akan mendapatkan perhatian lebih dari alat serta komune diplomatik.

Ia terasa terisolasi serta tertekan, tidak tahu kapan ia mesti pergi ke pengadilan selanjutnya.

Untuk isi waktu, dia sudah membaca majalah-majalah serta buku-buku National Geographic usang mengenai budaya Papua.

“Setiap langkah investigasi dikerjakan dengan diam-diam. Saya tidak sempat diberitakan awal mulanya. Setidaknya tidak oleh polisi," catat ia.

Polisi bersikukuh ini bukan urusannya. Saat penyidikan mereka pada Skrzypski, beberapa petinggi kementerian luar negeri di Jakarta selalu dikasih info serta mereka berkomunikasi dengan kedutaan Polandia.

Persidangan Skryzypski setelah itu diskedulkan pada Selasa (29/1/2019) besok.

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Gugatan ke MK, Sandi Sebut Ini Langkah Konstitusional

PAN Tegaskan Tidak Pernah Minta Kursi Pimpinan Parlemen ke Jokowi

UG skorsing mahasiswa pembully Farhan